![]() |
istimewa |
Beberapa pekan lalu,
ada sebuah berita cukup menghebohkan. Dimana
tindakan polisi
syariah Aceh telah menghakimi sebanyak 64 punker (komunitas anak punk). Komunitas
yang sebagian besar dihuni para lelaki itu rela rambut gaya mohawk-nya dipangkas
habis oleh para aparat polisi, dibersihkan didanau dan berganti pakaian untuk
melaksanakan ibadah.
![]() |
istimewa |
Apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah walikota Aceh, pada dasarnya cukup beralasan. Sang walikota, Illiza
Sa’aduddin, enggan kotanya menjadi kota gengster. Tampilan kucel dengan
aksesoris yang cukup menyeramkan kerap ditampilkan para komunitas punk.
Meskipun tidak ada bukti tindak kekerasan yang mereka lakukan, tetapi pola
kehidupan mereka yang suka berkumpul dan cenderung bergerombol dinilai
menakutkan. Itulah yang mendasari Illiza mengambil tindakan tegas dengan alasan
untuk menjaga keamanan dan kenyamanan kota Banda Aceh.
Jika ditilik, sebetulnya komunitas punk merupakan sub-budaya
yang lahir di London, Inggris. Komunitas ini berkembang ke seluruh dunia
termasuk Indonesia. Punk mulai merambah ke kota-kota besar Indonesia seperti
Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Denpasar, Malang dan juga sudah merambah
kebeberapa kota kecil lainnya sejak awal tahun 90an. Menurut Iswan, salah satu
pentolan anak punk dibilangan Jakarta Barat ini mengaku keberadaan para punk sudah
terjadi sejak lama. Meskipun dirinya tidak memberi keyakinan sejak kapan
pastinya punk berada di Indonesia.
Tetapi sejak awal tahun 1998, para komunitas punk ini
semakin berkembang. Anak-anak punk dikenal sebagai anak-anak kelas pekerja. Berbagai
cara mereka lakukan untuk mendapatkan uang halal. Menjadi juru parkir ataupun
mengamen lebih terhormat dari pada harus meminta-minta. "Sebenarnya komunitas punk sudah banyak di Indonesia.
Kita biasanya berkumpul disebuah acara, disitulah kita bertemu,”ujar Iswan yang
punya nama panggilan Ichan itu.
![]() |
istimewa |
Komunitas Punk Muslim
Lantaran
sering berpenampilan urakan, banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue
sniffer atau perusuh. Karena di Inggris
pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh
mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang
berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Sebetulnya
punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang
mereka perlihatkan. Sebut saja potongan rambut mohawk ala suku indian, atau
dipotong ala feathercut dan diwarnai
dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit,
celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum
perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang
mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai
punker.
Sebetulnya
punk dikenal sebagai gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari
keyakinan yang bernama "kebebasan berkarya". Penilaian punk dalam melihat suatu masalah banyak mereka tuangkan melalui
lirik-lirik lagu yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup,
ekonomi, ideologi,
sosial
dan bahkan masalah agama.
Berbicara agama, ternyata komunitas ini punya yang namanya komunitas punk
muslim. Salah satunya punk muslim yang dibentuk pada 2007, di rumah singgah
anak jalanan, Sanggar Oedix. Rumah yang dulu merupakan tempat berkumpul para
preman, copet, penodong, dan pengamen. Berkat tangan dingin Ketua Panji
(Persaudaraan Anak Jalanan Indonesia) Budi Khaironi (almarhum), rumah itu
berubah menjadi tempat pertobatan anak jalanan.
Dharma,
salah seorang anggota punk muslim, mengakui susahnya mengikuti jalan hidup
islami. Hampir tiap hari dia hanya memikirkan cara mendapatkan uang. Dengan
mengamen sejak pagi sampai malam, dia bisa mendapatkan uang. “Karena dapatnya
gampang, ya untuk beli minuman, narkoba. Sekarang, alhamdulillah tidak lagi.
Ngamen masih, salat jalan terus,” ucapnya. Memang banyak para punk jalanan yang
tidak konsisten. Mereka rata-rata bukan lagi pencinta musik punk, melainkan
hanya ikut-ikutan mode. Anehnya, sebagian besar menganggap gaya hidup ala
sosialis itu sebagai ideologi.
Dengan
definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan
pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde,
yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan
kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para
penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau
mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua
aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances)
harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Dari sisi musikalitas, punk berkembang sebagai
buah kekecewaan musisi rock
kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan.
Sebut saja The Beatles, Rolling Stone,
dan Elvis Presley.
Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang
menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes
demonstran terhadap kejamnya dunia.
Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa
frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan,
pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah
dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll
aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara
televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman (label) pun enggan mengorbitkan mereka.
Tetapi meskipun begitu, musik punk tetap tidak akan mati. Musik punk telah
mempunyai penggemar tersendiri, para
penggemar para punker diseluruh dunia yang tetap mengusung sebuah kebebasan (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar